Kamis, 31 Januari 2013

Mebayuh Oton, sembahyang di Merajan, di Bale dan di Lebuh

Menurut buku wariga agung, Mebayuh bisa diketegorikan dalam dua klasifikasi ;

1.       Mebayuh yang bersifat reguler atau berkelanjutan yang dilaksanakan setiap perubahan status, misalnya dari staus anak - anak menjadi remaja, dari status remaja menjadi dewasa (menikah), dari status dewasa menjadi orang tua, dan dari status menjadi orang tua menjadi kakek atau nenek.
2.       Mebayuh yang dilaksanakan karena kondisi tertentu, misalnya kelainan jiwa, terkena kesakitan, sering menemui ala atau kecelakanaan dan hala - hal yang bersifat marabahaya lainnya.

Menurut sastra: Lontar Jyotisha mebayuh atau metubah atau mebebangan untuk “mengurangi keburukan dan menambah kebaikan” maka upacara itu dilakukan pada saat otonan ybs menurut perhitungan: wuku, sapta wara, dan panca wara.

Otonan berasal dari kata pawetuan dan lebih mendasar lagi berasal dari kata wetu, yang artinya keluar atau lebih tepatnya dalam kaitan ini : lahir. Jadi otonan adalah upacara memperingati hari kelahiran kita (manusia). Mengapa otonan perlu diperingati melalui pelaksanaan upacara. Ada beberapa hal yang penting dikemukakan :

1.       Menyatakan terima kasih kepada Sanghyang Widhi karena roh diperkenankan lahir kembali (re-inkarnasi) menjadi manusia. Kitab suci Sarasamuscaya VI.4 menyatakan : “Apan iking dadi wang, utama juga ya, nimitaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wang ika”. Terjemahannya : Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebab demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.

2.       Dalam Lontar Wrhaspati Tattwa disebutkan bahwa manusia mempunyai tiga “badan” : stula sarira, suksma sarira, dan duta karana sarira. Setiap manusia wajib memelihara ketiga badan ini dengan baik agar dapat mencapai mokshartam jagaditaya ca iti dharmah. Stula sarira dipelihara dengan menjaga kesehatan dan vitalitas. Suksma sarira dipelihara dengan melaksanakan upacara-upacara manusa-yadnya. Dan bila stula sarira dan suksma sarira dalam kondisi “sehat” maka dengan sendirinya duta karana sarira akan sehat pula. Salah satu upacara manusa-yadnya adalah otonan.

0 komentar:

Posting Komentar

Total Pengunjung

 
Powered by Blogger | Downloaded from free website templates