Kamis, 31 Januari 2013

Catur Marga

Dalam ajaran agama Hindu terdapat empat jalan untuk mencapai kesempurnaan hidup lahir dan batin (Jagadhita dan Moksa) yang disebut dengan Catur Marga. "Catur" artinya empat, "Marga" artinya jalan. Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, Raja Yoga Marga.

1.  Bhakti Marga
Bhakti Marga adalah usaha untuk mencapai Jagadhita dan Moksa dengan jalan sujud bakti kepada Tuhan. Dengan sujud dan cinta kepada Tuhan Pelindung dan Pemelihara semua makhluk, maka Tuhan akan menuntun seorang Bhakta, yakni orang yang cinta, bakti dan sujud kepada- Nya untuk mencapai kesempurnaan. Dengan menambah dan berdoa mohon perlindungan dan ampun atas dosa- dosanya yang pernah dilaksanakan serta mengucap syukur atas perlindungannya, kian hari cinta baktinya kepada Tuhan makin mendalam hingga Tuhan menampakkan diri (manifest) di hadapan Bhakta itu.
Tuhan memelihara dan melindungi orang yang beriman itu, supaya hidupnya tetap tenang dan tenteram. Jalan yang utama untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin menyembah Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas, seperti melaksanakan Tri Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari, pagi, siang, dan sore hari dan bersembahyang hari suci lainnya.

Catur Paramitha

Hindu mempunyai ajaran yang sangat mulia dalam menuntun umatnya untuk berperilaku yang baik dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Ajaran yang disebut Catur Paramitha yang terdiri dari Maitri, Karuna, Mudita, dan Upeksa.

1.  Maitri
MaƮtri artinya dalam kehidupan sehari-hari hendaknya umat Hindu menganggap bahwa setiap orang adalah sahabat. Kita diajarkan untuk selalu bersikap bersahabat kepada siapapun. Sikap bersahabat ini, jika berhasil kita terapkan, akan menciptakan kedamaian dalam hidup. Sejatinya tidak ada musuh di luar diri kita karena sesungguhnya musuh itu bercokol dalam diri setiap orang.
Apapun perilaku orang lain terhadap kita, sebagai seorang sahabat sejati, kita akan tetap meresponnya bagaiamana layaknya seorang sahabat. Jika sahabat kita melakukan kesalahan, kita tidak akan mendendam ataupun membencinya. Malahan kita akan segera bisa memaafkannya.
Membenci ataupun dendam terhadap seseorang akan menimbulkan beban berat pada kita. Beban tersebut akan terus kita pikul dalam perjalanana ke manapun kita pergi. Sebaliknya, memaafkan berarti membebaskan kita dari beban berat. Dengan memaafkan, beban itu akan lepas, sehingga kita akan lega kembali. Sikap ini akan nampak jika kita menganggap bahwa semua orang adalah sahabat (Maitri).

Catur Purusa Arta

Etika kehidupan sehari-hari yang harus dilaksanakan oleh seorang Bhakta. Etika ini merupakan rambu-rambu Dharma yang mencegah kita kedalam kesesatan adharma. Yang pertama adalah
Catur Purusha Arta adalah empat kekuatan atau dasar kehidupan menuju kebahagiaan, yaitu : Dharma, Arta, Kama, dan Moksa. Urut-urutan ini merupakan tahapan-tahapan yang tidak boleh ditukar-balik karena mengandung keyakinan bahwa tiada arta yang diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa melalui arta, dan tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, arta, dan kama.

Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu

Dalam ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi atau berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.
Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah:
Tattwa (Filsafat)
Susila (Etika)
Upacara (Yadnya)

1.  Tattwa  
Agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada 3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha dibagi menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha.

ARTI DAN SEJARAH BENANG TRIDATU

Sejarah benang Tri Datu dimulai saat pemerintahan Dalem Waturenggong Di Gelgel, untuk menyatukan Nusa penida dibawah perlindungan Bali(Gelgel), akhirnya Patih Jelantik (karang Buncing) diutus untuk menundukkan Dalem Bungkut(putra raja Bedaulu), karena mengakui keunggulan patih Jelantik Beliau bersedia menyerahkan kekuasaannya kepada Dalem Gelgel, dengan syarat, masyarakat Bali harus selalu taat dan bakthi kepada Hyang Widhi dan leluhur, dan sebagai bukti maka masyarakat Bali harus menggunakan benang Tri Datu, bila tidak maka mereka berarti tidak bakti lagi sehingga Ancangan Ratu gede Mecaling akan menghukum mereka, dan sejak itulah benang Tri datu yg memiliki arti Trimurti digunakan sebagai identitas keagamaan di Bali dan saat ini seindonesia.

Mebayuh Oton, sembahyang di Merajan, di Bale dan di Lebuh

Menurut buku wariga agung, Mebayuh bisa diketegorikan dalam dua klasifikasi ;

1.       Mebayuh yang bersifat reguler atau berkelanjutan yang dilaksanakan setiap perubahan status, misalnya dari staus anak - anak menjadi remaja, dari status remaja menjadi dewasa (menikah), dari status dewasa menjadi orang tua, dan dari status menjadi orang tua menjadi kakek atau nenek.
2.       Mebayuh yang dilaksanakan karena kondisi tertentu, misalnya kelainan jiwa, terkena kesakitan, sering menemui ala atau kecelakanaan dan hala - hal yang bersifat marabahaya lainnya.

Menurut sastra: Lontar Jyotisha mebayuh atau metubah atau mebebangan untuk “mengurangi keburukan dan menambah kebaikan” maka upacara itu dilakukan pada saat otonan ybs menurut perhitungan: wuku, sapta wara, dan panca wara.

KATEGORI BANTEN

1. Mendukung Upacara
1.a. Prayascita
Prayascita ini juga disebut pembersih semua mala. Amat sering digunakan misalnya membeli barang baru yang mungkin perlu dibersihkan secara niskala.
 
Cara Membuat : Pertama taruh suer (berbentuk bundar), tumpeng 5 buah, tulung juga 5, lalu taruh tipat sari 5 buah, kacang komak, lalu isikan raka dan woh-wohan isikan cerasis berisi garam, isikan daun dap-dap 5, setelah itu isikan tajer 5, isikan kwangen, setelah itu isikan tulung urip dan sampeyan nagasari.
 
Bahan : buah, Bunga, Sirih, Janur, Plawa
 

Selasa, 29 Januari 2013

BARONG LANDUNG

Sejarah dari Barong Landung merupakan perwujudan dari raja Bali yaitu Raja Jaya Pangus yang memperistrikan seorang Putri Cina bernama Kang Cing Wei. Raja Jaya Pangus diwujudkan dalam Barong Landung ditokohkan dengan boneka besar hitam dan giginya ronggoh, sedangkan putri Kang Cing Wei ditokohkan dengan boneka cantik tinggi langsing bermata sipit dan selalu tersenyum mirip dengan roman muka seorang Cina. Raja Jaya Pangus yang bertahta di Pejeng yang tidak diketahui di Bali pada jaman paparaton dari dinasti Warmadewa, didampingi oleh seorang Bhagawan yang sakti dan bijaksana bernama Empu Siwagana.

Perkawinan Raja Jaya Pangus dengan Putri Cina sudah terjadi tetapi Sang Hyang Bhagawanta tidak merestui perkawinan itu. Sri Jaya Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu, yakni telah dengan berani mengawini putri Cina yang elok bernama Kang Cing Wei itu. Empu Siwagana lalu menghukum Raja Jaya Pangus dengan membuat hujan lebat dan membuat kerajaan menjadi banjir dan tenggelam. Walaupun perkawinanya tidak direstui oleh Dewa, ia tetap mencintai istrinya seorang Cina itu.

Canang Sari

Banten Canang Sari atau Canang Buratwangi Lenga Wangi (Utama)

Canang Sari Wadah Ceper ini biasanya dihaturkan pada waktu Purnama Tilem, yaitu ketika menghaturkan "Daksina" di pelinggih tertentu. Atau ketika menghaturkan banten gebogan di pura-pura pada saat piodalan. Canang Sari ini adalah simbol Tri Sarira di tubuh manusia yaitu : Angga Sarira (tubuh fisik / badan kasar) diwakili oleh ceper dan raka-rakanya. Kemudian Suksma Sarira (badan halus, badan astral, roh, arwah) diwakili oleh duras yang berbentuk bundar. Sebagai simbol cakra-cakra dibadan halus. Cakra-cakra inilah yang dilalui oleh Kundalini (kekuatan Sidhi/sakti) untuk membangkitkan unit-unit kesadaran manusia. Selanjutnya adalah Antah Karana Sarira (badan penyebab, Atman) yang diwakili oleh susunan bunga-bunga yang berbau harum dan kembang rampe.

MIKIR MASEN KEKED

Pas kole moleh sek desan le lekad,jalan-jalan melali kole sek nyaman2 le.Di jalan kole nepokin senek umuran 17 taun be ngendong hanak,kaden le ponakan ne lucu,imut....tapi kejut kole pas nuwang tone anak ye pedihi...wow!!!!!! padahal pedan te kole pas mas’sen dese ne ye tone nu enges2(belia)....ape kole sube tue,ape memang ye nganten ngud’de.Mepapasan kole ajak terune mare(abg) ani beda 10 tahun tuanan kole.....ajakan ne kole melali...kemud dihi awak nah!!!!!

Ben kole ngenes nengoh terune-teruni domah te dok nyak ngelanjutan masuk padahal sugeh,ganteng,keren.......tapi kox males masuk.”Nyen lakar ganti...Presiden ube ade,camat ube ade?????” walau prinsip bengkong ilu tapi kenyataan ne nu masen meanggo.Liu sebenar alasan terunr-teruni te dok masuk,kuliah dsb(menuntut ilmu) :

Senin, 28 Januari 2013

Memahami Pengertian Pura Kawitan


Dilihat dari segi fungsinya, ada 2 (dua) jenis pura yaitu: Sebagai tempat memuja Hyang Widhi(Dewa Pratistha) dan sebagai memuja roh suci leluhur(Atma Pratistha). Ditinjau dari sisi karakternya, pura dibagi lagi menjadi empat kelompok yaitu: Pura Kahyangan Jagat, Pura Kahyangan Desa, Pura Swagina dan Pura Kawitan.

Pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh suci leluhur dari umat Hindu yang memiliki ikatan “wit” atau leluhur berdasarkan garis keturunannya. Jadi Pura Kawitan bersifat spesifik atau khusus sebagai tempat pemujaan umat Hindu yang mempunyai ikatan darah sesuai dengan garis keturunannya. Contoh-contoh pura yang termasuk dalam kelompok Pura Kawitan antara lain: Sanggah/Merajan, Pura Ibu, Dadia, Pedharman, dan yang sejenisnya.

Sejarah Pure Palwang


Pura Paluang, memiliki berbagai keanehan dan satu satunya ada di dunia. Di mana terdapat dua bangunan aneh dengan bentuk mobil. Saat melancaran Ida Bhatara menggunakan mobil dengan keneknya dari krama setempat

Berbagai keunikan di Bali kayaknya tidak habis-habisnya untuk dilacak terbukti hampir sepuluh tahun Tabloid Bali Aga berdiri hingga kini Pura-pura yang angker masih saja tetap banyak, tidak heran memang kalau Bali sering disebut sebagai Pulau Seribu Pura, Pulau Dewata dan berbagai sebutan lainnya yang menyebut Bali begitu magisnya. Di Nusa Penida banyak sekali ternyata pura-pura yang tersebar dari timur hingga barat bahkan ada yang tidak sama sekali diketahui keberadaanya karena begitu mistisnya. Seperti Pura yang ada di Nusa Ceningan beberapa waktu lalu sempat dimuat Tabloid Bali Aga. Untuk mendapatkan beritanya saja harus menginap selama tiga hari ditempat tersebut, mengingat banyak sumber yang harus dicari berkaitan dengan pura tersebut.

Total Pengunjung

 
Powered by Blogger | Downloaded from free website templates